Jakarta, PublicInfo – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan pentingnya kedaulatan dalam pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) agar tidak mengikis karakter bangsa serta nilai-nilai Islam moderat yang menjadi kekuatan utama Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Pratikno saat menjadi narasumber dalam Diskusi Publik bertajuk “Penguatan Literasi dan Pentingnya Menyiapkan Kedaulatan AI Versi Indonesia” yang diselenggarakan oleh Majelis Hukama Muslimin Indonesia di Jakarta Convention Center, Rabu (18/6/2025).

Menurut Pratikno, AI memiliki potensi besar untuk mendukung pembelajaran agama dan dakwah secara efisien dan terpersonalisasi. Namun, ia mengingatkan, AI bukanlah institusi netral.

“AI akan merespons berdasarkan algoritma dan asupan data. Kalau praktik Islam Nusantara Indonesia tidak masuk ke dalam data, maka yang keluar bisa jadi adalah narasi dari negara lain,” ujar Pratikno.

Dalam paparannya, Pratikno menyampaikan, AI dapat menjadi sarana yang kuat dalam mendukung proses pembelajaran agama dan dakwah yang lebih efisien dan terpersonalisasi. Namun, ia mengingatkan bahwa AI bukanlah teknologi netral.

“AI akan merespons berdasarkan algoritma dan data yang diberikan. Jika Islam moderat khas Nusantara tidak menjadi bagian dari data itu, maka narasi yang muncul bisa berasal dari luar negeri,” ucapnya..

Ia menyoroti fakta Indonesia saat ini merupakan pengguna aplikasi AI terbesar ketiga di dunia, dengan sekitar 78 persen masyarakat telah memiliki akses internet. Namun, Indonesia masih tertinggal dalam hal produksi dan pengembangan teknologi.

“Kita ini pengguna, bukan produsen. Kita pengguna, bukan developer. Ini tantangan besar,” tegas Pratikno.

Untuk itu, ia mendorong organisasi keagamaan seperti Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk terlibat aktif dalam pengembangan sistem AI yang berbasis nilai-nilai Islam Indonesia.

“Kalau tidak, santri-santri kita akan menggunakan AI yang tidak kita ketahui asal-usulnya. Harus ada kedaulatan dalam AI,” katanya.

Pratikno juga menyoroti dampak sosial dan spiritual yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan AI yang tidak bijak. Menurutnya, meskipun AI bisa meningkatkan pemahaman keagamaan dan kedisiplinan dalam beribadah, ada risiko berkurangnya pengalaman berjamaah dan kehilangan sentuhan spiritual dari interaksi langsung dengan tokoh agama.

Sebagai respons atas tantangan tersebut, Kemenko PMK telah membentuk Gugus Tugas AI Bijak dan Cerdas serta menyiapkan serial buku literasi publik.

“Kami kampanyekan dua kata: bijak dan cerdas. Kalau Islam moderat dan semangat Bhinneka Tunggal Ika tidak masuk ke dalam AI, budaya kita bisa terkikis oleh budaya lain yang lebih dulu menggunakan AI,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Pratikno juga memaparkan tiga fokus strategi nasional dalam pemanfaatan AI, yaitu: AI for All untuk menciptakan pengguna cerdas, AI for Many guna melahirkan talenta-talenta baru, dan AI for Few untuk mencetak engineer serta AI-preneur unggul.

Mengakhiri paparannya, Pratikno mengingatkan pentingnya kewaspadaan dalam menghadapi gelombang besar teknologi digital.

“Seberapa keras pun kita menyirami kecambah di desa, bisa disapu banjir bandang bernama AI. Maka, anda harus bijak dan cerdas dalam ber-AI. Lakukan verifikasi, tanya langsung pada ahli, jangan sembarangan percaya karena semua tergantung algoritma,” tutupnya.

Untuk diketahui, diskusi ini juga menghadirkan Pendiri dan Anggota Majelis Hukama Muslimin M. Quraish Shihab, serta Peneliti Pusat Riset Sains Data dan Informasi BRIN, Rezzy Eko Caraka. (Poy)

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version